Jumat, 25 Februari 2011

Pribadi Berdzikir


Pribadi berdzikir:
☑ Ucapannya, dakwah
☑ Diamnya, dzikir
☑ Nafasnya, tasbih
☑ Pikirannya, umat
☑ Tatapanya, rahmat
☑ Telinganya, terjaga
☑ Pikirannya, baik sangka
☑ Tangannya, beramal
☑ Langkahnya, berjihad
☑ Kekuatannya, Silaturahim
☑ Kerinduannya, tegaknya syariat Allah
Semoga menjadi amalan kita setiap hari...!!
" terimaksih telah membaca "

Senin, 21 Februari 2011

Detik-detik Rasulullah SAW menjelang sakratul maut

Detik-detik Rasulullah SAW menjelang sakratul maut    
wafatnya Nabi Muhammad  SAW.
Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata jibril.
Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

Selasa, 15 Februari 2011

Hidupku Untuk Hari Ini


" kita tidak tahu bagaimana hari esok , yang bisa kita lakukan ialah berbuat sebaik-baiknya dan berbahagia pada hari ini juga
( Samuel Taylor Coleridge )

Senin, 14 Februari 2011

Istirahat Sejenak Untuk Menjadi Lebih Baik

Istirahat Sejenak Untuk Menjadi Lebih Baik
"Kita adalah para pejalan yang menempuhi jalur kehidupan yang sangat panjang, jauh. Lika-liku kehidupan penuh rintangan terkadang membuat kepala kita berat, pikiran penat, hati gundah, tubuh pegal, keringat sekujur tubuh sehabis melakukan serangkaian aktivitas melelahkan.
Tidak hanya jarak perjalanan yang teramat jauh, tetapi harapan dan keinginan kita pun teramat jauh, panjang angan-angan, selangit hasrat. Dan ketika harapan tidak diikuti oleh kemampuan untuk mencapainya, maka jatuhlah diri ke jurang keputusasaan, nestapa, merana, terasa makin gelap jalan yang terbentang ke depan.
Perjalanan kehidupan memang membuat kita kelelahan. Jika kita paksakan terus berjalan tanpa henti-hentinya, setangguh apapun kita, secerdas apapun kita, sekuat apapun kita, pasti akan terjatuh juga. Kita perlu istirahat di sela-sela perjalanan, di tengah jalan kehidupan yang penuh
dengan ujian ini.
Siapapun kita, dimanapun posisi kita, di koordinat lapangan kehidupan manapun kita, istirahat sejanak adalah sebuah kebutuhan. Istirahat dengan melakukan perenungan, muhasabah, minum seteguk air ruhani untuk penenang diri, merefleksi diri, berkaca diri, membersihkan diri, mengoreksi diri. Istirahat yang tidak kurang dan tidak berlebihan.
Beristirahatlah sejenak bila saat ini kita sedang dalam tekanan emosi, ketidakstabilan kondisi psikis. Dan perbaharuilah semangat kita dalam istirahat yang dilakukan itu
."
 
Sebab setiap kita pasti mempunyai sebuah obsesi yang sama: Menjadi Lebih Baik. Sebab kita semua mempunyai satu keinginan yang sama: Menjadi Pemenang, bukan arang..

KENALILAH DIRIMU

KENALILAH DIRIMU
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Hari esok nan melambai ..

Mentari kan terbit lagi..

Semua itu tidak kekal.

Kan binasa akhirnya..

( Nasyid Raihan )


Segala puji bagi Allah yg dengan limpahan kasih sayangNya..telah menjadikan alam begitu indah., hingga Sang mentari pagi berlomba dgn cicit pipit yang bersahutan..dimana dendangnya merinai kesejukan ..dan merdunya melerai tabir kabut yg menyeruak alam.

Maakhalaqta haadza baatilaa..,sungguh tiada ada cacat yg tergores pada bongkah cintaNya..,tiada ada noda pada tirai ketulusanNya dan tiada ada rona bosan yg terbesit pada tiap janji - janjiNya.

Itulah Allah SWT..,Sang Kekasih yg kadang kita lupa tuk mengenangnya, kita lupa tuk menyapanya pada detak hari yg kian susut.,hingga cintanya yg tidak pernah pudar itu berbalas pengkhianatan hamba-hambanya yg terpuruk lembah jelaga hati yg pekat.

Terkadang diri kita menjadi khilaf..atau memang dibuat menjadi khilaf yang pesonanya menoktah pada tiap perjalanan hari, hingga kita begitu terlena menyauh cinta pada sang Fatamorgana..,padahal cinta itu begitu mengecewakan.,menyayat hati, walau berawal pada rytme yg mendayu Syurga, hingga leburnya pada akhir sang kisahnya bagai pantai di pukul ombak.hilang tak berbekas..tinggalah buih yg terseret gelombang hampa.

Itulah cinta yg tanpa terimprovisasi oleh rasa ubudiyah hingga geloranya tergerak tanpa ta'zhim yg menjiwa, akibatnya kondisi jiwa yg seharusnya terpupuk oleh Mahabah ilallah itu menjadi gersang. Hidupnya terpenuhi oleh sifat-sifat yg tak memenuhi ( puas ), karena itulah sifat sang Dunia.yg dahaganya bagai air laut yg merontangkan jiwa.

Ada sebersit untai kasih pada AlQu'ran S. 42 : 19 yg berbunyi " Allahu latiifu bi'ibaadihi yarruzuqu manyasyaau wahuwalqawiyyul'adziizu..,yg artinya Sesungguhnya Allah itu lembut terhadap hamba-hambanya , Dia memberikan rizki kpd siapa yg dikehendakinya, dan Dialah yg maha kuat lagi Maha Perkasa .." , Subhaanallah sebuah ungkapan yg tulus serta lembut dan mengandung ketegasan akan sifat kekuasaanNya. Sebuah sifat yg sempurna dimana tiada ada satu makhlukpun yang dapat menandingi sifat2 tersebut. Sehingga setiap ketentuannya yang Allah berlakukan entah berupa Rahmat dan hukuman tidak lepas dari sifat Kasih-sayang dan KeadilanNya yang hakiki.

Banyak cara dalam upaya membalas cinta Allah tsb, dengan harapan akan kedekatan yg indah selalu bersamanya, salah satunya adalah mengenal jauh tentang diri kita sendiri..Man'arafa nafsahu faqad'arafa rabbahu..barang siapa mau mengenal dirinya makan ia akan mengenal tuhanNya..,sehingga manusia-manusia yang selalu berusaha mengenal Tuhannya melalui dirinya tsb, adalah menjadikan hidupnya penuh dgn introspeksi diri..,dimana secara jujur mengakui segala kekurangannya dgn cara Muhasabah ditengah sunyinya malam, dalam derai isak tangis ampunan atas segala langkah langkahnya yg lalai.

Muhasabah dan Muqarabbah tersebbut berawal dari sebuah niatan yg kuat akan peran serta kedudukannya sebagai seorang hamba yg Dho'if , dimana segala ketergantungan dalam hidupnya bermuara serta berakhir dalam genggamanNya.,maka dgn pengakuan Allah didalam Al-qur'an yg mengatakan.." Uulaaika yusaari'uuna filkhairaati wahum lahaa saabikuuna.'Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan dan merekalah yg segera memperolehnya.

Itulah janji Allah kepada orang-orang yg berusaha untuk mencari kebaikan yang berwujud pada sebuah ungkapan cinta kepada Allah ( taqwa ) sehingga .." Waanna sa'yahu saufayuraa ..Usaha-usahanya tsb akan diperlihatkan (Qs 53 :40 ) baik didunia berupa ketenangan didalam hidup, serta kepuasan yang tiada berakhir didalam yaumil akhir kelak.

Contoh-contoh singkat lain dalam upaya mencari Cinta serta keridhoanNya, adalah salah satunya memelihara anak2 yatim serta mengupayakan kehidupannya, menolong para fakir miskin dengan mencarikannya sebuah solusi hidup yang terbaik, melindungi para janda-janda syuhada di medan konflik, serta orang2 yang selalu menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Dan mereka-mereka itu selalu mengais kasih dengan cara mengetuk keridhoanNya disepertiga malam.,memohon ampun atas segala peluh alpa yg telah tersimbahkan..hingga rintih pada sisipan do'anya..berbunyi..

'Rabbanaa laatudzig quluubana.ba'daidzhadaytanaa'

Wahai Allah janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepad kesesatan setelah Engkau beri petunjuk..

'Wahablanaa minladunka rahmatan..'

Dan karuniakanlah kepad kami Rahmat dari sisi Engkau..

Innaka antal wahaabu.

Sesungguhnya Engkaulah maha pemberi Rahmat.( Qs 03:08 )

Wahai Allah aku memohon padaMu terhadap apapun yg Engkau putuskan bagi hidupku..

Dan kesejukan hidup setelah matiku..

Serta kelezatan memandang wajahMu..

Dan kerinduan saat berjumpa denganmu.

Sungguh yang kurasa saat paling menyenangkan adalah saat merindu dgn Mu, dan saat yg paling indah ketika melepas rindu bersama keridhoanMu.

Billahit taufiq wal hidayah

Wallahu a'lam bish-shawab.


Februari 15 2011.

Subandi.

Jiwa-Jiwa Mahsyar


 



  Penulis: Subandi Tanggal: 15.02.2011   


alhikmah.com - Isrofil baru saja meniup sangkakala atas idzin-Nya namun suaranya masih saja menggelegar dan menggetarkan setiap jiwa-jiwa yang mulai mendengar dari tidurnya  yang panjang. “(yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. (Qs. Ibraahim(14):48)

Jiwa-jiwa mahsyar berpandangan, terpaku ketakutan.Menelan ludah yang tak berkesudahan. Berjalan seakan kehilangan ingatan. Tak terbayang kengerian diantara panasnya sengatan mentari yang jaraknya hanya sejengkal di atas ubun-ubun sendiri. Duhai Rabbi, inikah tempat yang kau janjikan ? tempat dimana engkau cabut syaraf malu dan iba kami. Ketika kami mengasihani diri sendiri diantara butiran-butiran keringat yang menenggelamkan tubuh kami. Mengapa ada diantara kami yang kau berikan payung penahan teriknya mentari sementara kami kau acuhkan ?

Jiwa-jiwa mahsyar membelalak tercekam. Ketika Tuhannya memberikan Al Qur’an di tangan kirinya. Wahai alangkah baik kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku ini. Dimana hartaku kini ? Dimana pangkat dan kekuasaanku ? Ah, belenggu di tangan dan leherku ini terasa mencekat. Tercekik. Sekiranya hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Haus. Kering. Mengapa darah dan nanah yang engkau hidangkan ya Rabbi ?

Jiwa-jiwa mahsyar menatap kosong penuh kepucatan. Benarkah hari ini benar-benar terjadi ? benarkah kita telah dibangkitkan padahal dahulunya kita adalah tubuh yang telah hancur termakan tanah ? Ah, seandainya saja kudengarkan baik-baik sebait ayat yang dibacakan seorang teman sewaktu di dunia, “Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali”…..

“Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Rabbnya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Berfirman Allah: 'Bukankah (kebangkitan) itu benar 'Mereka menjawab: 'Sungguh benar, demi Rabb kami'. Berfirman Allah: 'Karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari (nya).”

Jiwa-jiwa mahsyar menangis tersedu sedan. Ia meratap, terguguk, pilu, menyayat hati. Alam masyhar terang namun terasa gelap. Luasnya seluas mata memandang namun serasa sesak, menghimpit paru-paru berjejak asap jahannam dunia. Mengapa bentuk tubuhku tidak seperti tubuhku selama di dunia ? dan mengapa aku berbaris tidak pada barisan manusia-manusia berwajah cahaya ?

Suatu ketika, Muadz bin Jabal ra menghadap Rasulullah saw dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, tolong uraikan kepadaku mengenai firman Allah SWT: 'Pada saat  sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris.' (QS An-Naba':18)'

Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis dan basah pakaian dengan air mata. Lalu menjawab: 'Wahai Muadz, engkau telah bertanya kepadaku, perkara yang amat besar, bahwa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris.'

Barisan pertama, digiring dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: 'Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati tetangganya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan kedua, digiring dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari sisi Yang Maha Pengasih: 'Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meringan-ringankan sholat,maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan ketiga, mereka berbentuk keledai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking. 'Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan keempat, digiring dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancuran keluar dari mulut mereka. 'Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jual beli, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan kelima, digiring dari kubur dengan bau busuk dari bangkai. Ketika itu Allah SWT menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu ketenteraman di Padang Mahsyar. 'Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan durhaka takut diketahui oleh manusia tetapi tidak pula merasa takut kepada Allah SWT, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan keenam, digiring dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan. 'Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan ketujuh, digiring dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir keluar nanah dan darah. 'Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan kedelapan, digiring dari kubur dalam keadaan terbalik dengan kepala ke bawah dan kaki ke atas. 'Mereka adalah orang yang berbuat zina, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan kesembilan, digiring dari kubur dengan berwajah hitam gelap dan bermata biru sementara dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh. 'Mereka itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang tidak sebenarnya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan kesepuluh, digiring dari kubur mereka dalam keadaan tubuh mereka penuh dengan penyakit sopak dan kusta. 'Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan kesebelas, digiring dari kubur mereka dengan berkeadaan buta mata-kepala, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut mereka dan keluar beraneka kotoran. 'Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...'

Barisan keduabelas, mereka digiring dari kubur dengan wajah yang bersinar-sinar laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirat seperti kilat. Maka, datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih memaklumkan: 'Mereka adalah orang yang beramal saleh dan banyak berbuat baik. Mereka menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara sholat lima waktu, ketika meninggal dunia keadaan mereka sudah bertaubat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah syurga, mendapat ampunan, kasih sayang dan keredhaan Allah Yang Maha Pengasih...'

Jiwa-jiwa mahsyar mencakar wajahnya. Meratap menyesali kesia-sian hidup sebelumnya. Berharap waktu kan berbalik walau sedetik dan menjadikannya menjadi orang yang paling bertakwa. Atau bahkan menjadikannya seekor binatang atau makhluk lainnya. Tak ada pertanggung jawaban dan tak kan ada penyesalan.

Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang kafir. (Mereka berkata): 'Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim. (Qs. 21:97)

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya dan orang kafir berkata: 'Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah'. (Qs. 78:40)

Jiwa-jiwa mahsyar tersenyum penuh kemenangan. Menggenggam Al Qur’an di tangan kanan. Bertelekan permadani dan intan berlian. Meminum minuman yang menyegarkan dibawah naungan payung yang meneduhkan. Tak ada kesusahan dan kerisauan. Yang ada hanyalah keselamatan yang telah Allah janjikan.

Hadith Qudsi: “Pada hari Kiamat Allah berfirman: ‘Pada hari ini orang-orang yang berkumpul (di padang mahsyar) akan mengetahui siapa yang termasuk keluarga utama.’ Para sahabat bertanya: ‘Siapakah ahli (keluarga) utama itu, Ya Rasulullah?’ Nabi SAW menjawab: Mereka itu ialah keluarga-keluarga majlis zikir di masjid-masjid” (Hadith Riwayat Ahmad dari Abu Sa’id Al Khudri).

Wallohu a’alam.




Minggu, 13 Februari 2011

Hanya Ingin Jadi Orang Baik

eramuslim -
Hari ini aku lelah fisik dan batin. Seharian tadi aku melangkahkan kaki untuk mencari barisan kata penyampai fakta. Tak mudah. Aku harus berlari, berkejaran dengan waktu dan debu. Aku harus berlomba, beradu dengan manusia, sekedar untuk mendapat rangkaian kalimat yang keluar dari mulut sang pejabat. Sekedar meminta ucapan dari sekumpulan orang yang mengaku orang baik. Padahal, sejarah memaparkan, sebagian mereka adalah pembual. Pembual besar.

Kadang aku harus sedikit merayu dan memaksa. Bukan apa-apa, tanpa rayu dan paksaan, ada narasumberku yang enggan membuka mulutnya. Padahal dari kalimatnya lah aku mendapat upah. Padahal dari ceritanya lah aku mendapat penghargaan. Sekedar ucapan, “berita kamu bagus.”

Tak jarang aku harus berpura-pura iba, mengumbar senyum dan seolah ikut merasai mereka yang memikul duka. Padahal kutahu luka mereka bukan sembarang luka. Luka mereka adalah luka teramat dalam yang tak akan pernah hilang. Luka yang tak pernah kering oleh panasnya matahari. Luka yang tak pernah bisa diterbangkan oleh angin.

Namun aku malah memaksanya kembali mengingat dan memaparkan lukanya. Tanpa hatiku memaknai, merasakan lukanya. Tanpa tanganku menawarkan, melingkarkan sebuah pelukan, memberikan sedikit rasa nyaman. Lagi-lagi demi sebuah pujian, demi sebuah kekaguman.

Pernah aku dihadapkan pada pilihan. Saat aku harus memutuskan satu saja dari dua. Saat kulihat luka menganga disekitarku, aku harus memilih. Mencoba mengobati luka mereka sesegera atau mendahulukan membuat cerita dari luka itu. Dan aku memilih mendapat acungan jempol, karena cerita ku memampangkan luka itu.

Seringkali aku memaksa membuka memori mereka. Kenangan yang tak ingin dibuka. Dan aku memaksanya membuka atau memaksaku membukanya. Tanpa seijin pemiliknya, tanpa merasai akibatnya. Dan itu demi sebuah cerita. Cerita yang membuatku dikejar kalimat berbunga.

Waktu lalu, aku juga pernah menjual kata-kata manis. Seolah aku adalah peri yang bisa membantu si kecil. Padahal tak lain itu adalah bagian dari strategi. Berpura-pura simpati. Kepura-puraan untuk mulusnya penyusunan sebuah kisah. Kisah sejati dan mengharukan. Demi tetesan air mata pendengar cerita. Indikator keberhasilan penyajian cerita duka.

Pernah aku menatap bencana dengan datar. Karena itu bukan bencanaku. Bencana itu milik tokoh dalam kisahku. Aku hanya sekedar menyampaikan bencana itu dengan kata-kata haru. Tambahan pemanis disana-sini. Menuntun si tokoh untuk berekspresi sesuai dengan skenarioku.

Seolah itu adalah fiksi, bukan nyata. Tak perlu dimaknai, tak perlu dihargai. Hanya dibungkus. Untuk santapan mata dan kuping sekumpulan orang yang dinamakan penonton. Penonton cerita. Makin banyak mereka, makin baguslah aku.

Tapi, hari ini aku lelah.

Hari ini, aku tiba-tiba saja ingin merenung. Merenungi makna hidupku, merasai peranku dalam perjalanan sang waktu. Kali ini aku merasa tak lagi berhati. Kali ini di kepalaku hanya ada obsesi. Obsesi dihargai manusia dan diimbali deretan angka di rekeningku setiap bulan berganti.

Hari ini aku hanya ingin mengingat. Merindui masa saat aku bercita sederhana. Menjadi orang baik. Orang yang memberi arti bagi orang lain. Tak pernah melukai, meski setitik. Tak pernah menyakiti, meski senoktah.

Padahal aku tak pernah ingin berpura-pura dalam hidupku. Aku ingin menjadi aku. Dengan idealismeku dulu. Menyampaikan apa yang perlu kusampaikan. Tak perlu menyampaikan kepalsuan. Aku ingin menyampaikan kebenaran. Jika kepalsuan itu harus disampaikan, semata untuk membuat si palsu terkuak. Aku ingin menjadi orang baik.

Padahal aku ingin, dengan peranku aku memberi secercah harap. Seberkas asa. Bagi mereka, Tuhan. Mereka yang dihempas duka, mereka yang terluka, mereka yang menahan jerit. Meski sekedar uluran tangan. Pelukan seorang saudara. Sekedar menenangkan. Meski hanya sementara. Menjadi orang baik.

Padahal, dengan peranku, aku bisa tulus berbagi dengan mereka. Membiarkan mereka membagi luka, memberi sedikit kehangatan. Dengan ikhlasku, dengan kerelaanku. Sebagai saudara, sebagai teman, sebagai tempat berbagi. Menjadi orang baik.

Padahal dengan peranku, aku tak usah berpura-pura. Aku bisa lebih memaknai senyumku untuk menghadiahkan sedikit bahagia dihati mereka. Dengan simpati yang tak lagi palsu. Sebenar-benarnya simpati.

Padahal dengan peranku, dengan kelurusan niatku, aku ingin membuat cerita-ceritaku bermakna. Membuat kisah-kisah dari tanganku dapat merubah dunia. Membuat manusia lain lebih merasa dan berterimakasih atas takdir mereka yang lebih. Membuat mereka berlomba menjadi orang baik.

Padahal dengan peranku, aku bisa mengungkap dusta dan mengusir si durjana. Dengan keteguhan dan keberanianku, aku bisa menghapus kotoran-kotoran dunia. Menuntut mereka untuk menjadi orang baik.

Wahai Penguasa Dunia, Penguasa Diriku…..

Ampuni aku yang telah menutup hati dan mengebalkan rasa. Ampuni aku yang tidak memaknai peranku. Aku mencintai peranku, Yang Maha Perkasa. Aku ingin lelah fisik dan batinku memberi arti, hanya bagiMu, Penulis Skenario sesungguhnya, bukan sekedar kekaguman para ciptaanmu.

Penguasaku, luruskan langkahku. Untuk menjadi ciptaanmu yang tak sia-sia. Yang tak terlupa oleh kecantikan fana. Yang tak membuat peranku, amanahMu, mengantarku pada amarahMu. Yang selalu diingatkan untuk menjadi orang baik. Seperti cita sederhanaku dulu.

Raja Dunia, tetapkan niatku untuk memaknai setiap detik peranku. Merasainya, menikmatinya, mensyukurinya sebagai sebuah kepercayaan-Mu padaku. Kuatkan aku untuk melangkahkan kakiku dan menghargai keringatku dengan harapan hanya balasan-Mu. Menjadi orang baik.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah padaKu.” (Adz Dzariyaat:56)